Jakarta - Berdasarkan penanggalan China, tahun baru
Imlek 2567 yang jatuh pada tanggal 8 Februari 2016 hingga setahun kedepan ini
merupakan tahun dengan shio monyet api. Sejumlah ramalan menyebutkan pada tahun
monyet api akan muncul sejumlah tantangan dan gejolak.
Lalu bagaimana proyeksi pemberantasan korupsi di tahun Monyet Api? Seperti
halnya tahun 2015 pada tahun 2016 diproyeksikan agenda pemberantasan korupsi di
Indonesia akan juga mengalami sejumlah tantangan atau gejolak.
Pertama, seperti tahun sebelumnya upaya pelemahan terhadap Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) masih akan terjadi. Proses pelemahan terhadap KPK tidak lagi
dilakukan dengan cara melakukan kriminalisasi terhadap pimpinan KPK namun
dengan cara-cara yang sah menurut hukum misalnya melalui proses legislasi di
DPR. Revisi Undang-Undang (UU) KPK yang telah menjadi usul inisiatif DPR
diperkirakan tetap nekat dibahas menjadi prioritas legislasi di DPR pada tahun
2016.
Sejumlah subtansi dalam Revisi UU KPK –versi DPR- yang beredar tetap tidak
memperlihatkan upaya penguatan terhadap KPK namun justru lebih mendorong
pelemahan terhadap KPK dengan cara antara lain pemangkasan sejumlah kewenangan
KPK, mempersulit kinerja penindakan khususnya penyadapan, dan menjadikan KPK
sebagai lembaga yang fokus di aspek pencegahan. Jika Revisi UU KPK berhasil
disahkan oleh DPR dan Pemerintah, maka tidak saja KPK namun agenda
pemberantasan korupsi juga akan terancam.
Selain melalui proses legislasi di DPR, upaya pelemahan KPK diperkirakan juga
akan terjadi melalui mekanisme hukum permohonan praperadilan di Pengadilan
Negeri maupun judicial review di Mahkamah Konstitusi.
Kedua, pemilihan Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) baru
menggantikan Kapolri Jenderal (Pol) Badroddin Haiti yang segera pensiun. Nama
Budi Gunawan (Wakil Kapolri) dan Budi Waseso (mantan Kepala Bareskrim Polri)
dikabarkan masuk dalam bursa calon Kapolri. Peluang Budi Gunawan cukup tinggi
apalagi masih didukung oleh mayoritas Partai Politik di DPR dan nihilnya proses
hukum dari lembaga lain seperti KPK. Tarik menarik kepentingan politik
pastinya akan menyulitkan Presiden Jokowi untuk memilih calon Kapolri yang
kredibel dan berintegritas. Masih diragukan apakah Jokowi berani mengambil
pilihan nama lain sebagai Calon Kapolri diluar Budi Gunawan maupun Budi Waseso.
Ketiga, eksistensi KPK periode 2016 akan diuji karena sejumlah pihak masih
meragukan sebagian komisioner KPK yang baru. Tahun pertama KPK jilid IV akan
diwarnai dengan masa "bulan madu" antara lembaga antikorupsi ini
dengan lembaga penegak hukum lainnya seperti Kepolisian dan Kejaksaan serta
parlemen.
KPK diperkirakan akan lebih fokus pada aspek pencegahan, koordinasi dan
supervisi dengan penegak hukum atau lembaga lain dan juga Monitoring. Kerja
penindakan dalam perkara korupsi akan tetap ditangani oleh KPK-meskipun bukan
prioritas- dan besar kemungkinan akan sedikit menyentuh praktek korupsi yang
terjadi di institusi penegak hukum dan legislatif.
Adakah harapan pemberantasan korupsi di tahun monyet api? Meskipun muncul
pesimisme tapi masih ada harapan bagi pemberantasan korupsi pada tahun 2016
atau monyet api ini seandainya sejumlah tantangan atau gejolak tersebut bisa
dijawab oleh Presiden Joko Widodo, DPR dan juga KPK.
Presiden Jokowi sudah waktunya tampil sebagai pemimpin antikorupsi dengan cara
antara lain mendorong penguatan terhadap KPK dan menarik dukungan terhadap
rencana pembahasan Revisi UU KPK yang dinilai dapat melemahkan eksistensi KPK.
Jokowi juga harus menghindari pembuatan kebijakan atau regulasi yang
berpotensi melemahkan upaya pemberantasan korupsi.
Gejolak politik yang muncul harus dijawab dengan cara-cara yang bijaksana dan
tidak sekedar bagi-bagi jabatan bagi partai pendukung pemerintah. Jokowi
sebaiknya bersikap lebih independen dengan melakukan proses seleksi yang ketat
dalam pemilihan calon pejabat atau menteri yang baru maupun Calon Kapolri.
Kegaduhan hukum dalam bentuk kriminalissi terhadap Bambang Widjojanto dan
Abraham Samd, mantan Pimpinan KPK serta Novel Baswedan selaku Penyidk KPK sudah
seharusnya dihentikan agar kepercayaan publik kepada Pemerintah tidak akan
semakin luntur. Jokowi juga harus instruksikan Kapolri dan Jaksa Agung untuk
bahu-mambahu bersama KPK memberantas korupsi di Indonesia.
DPR sebaiknya wajib mendengar aspirasi publik dengan membatalkan rencana
mengesahkan Revisi UU KPK. Dukungan terhadap KPK dan upaya pemberantasan
korupsi justru harus dilakukan dengan dan lebih memprioritaskan Revisi UU
Tindak Pidana Korupsi maupun RUU Perampasan Aset.
Sedangkan KPK sebaiknya harus menjawab keraguan banyak pihak dengan tetap
bekerja secara optimal dan fokus pada semua kewenangan yang dimiliki oleh KPK
yaitu pencegahan, penindakan, koordinasi, supervisi dan monitoring. Tidak hanya
menjadikan pencegahan sebagai prioritas namun mengabaikan kewenangan lainnya.
KPK tetap harus menjadi "Komisi Pemberantasan Korupsi" tidak sekedar
menjadi "Komisi Pencegahan Korupsi" agar negeri ini memiliki harapan
bahwa pemberantasan korupsi di Indonesia masih ada.
*)
Emerson Yuntho, Anggota Badan Pekerja Indonesia Corruption Watch (dra/dra)
0 komentar:
Posting Komentar
Pengunjung yang bijak : selalu meninggalkan komentar yang sopan dan tidak mengandung unsur sara ! Dengan hormat kami mohon anda untuk meninggal kan komentar untuk kami, Terimakasih.